DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN
a. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran
pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada
pada saat melakukan pernafasan (Pincus
Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami
jalan nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
b. Angka kejadian dan diagnosis
Pada rumah sakit umum yang telah menjadi rumah sakit rujukan
terdapat 8,76 %-30,29% bayi dan neonatal yang masih mengalami infeksi dengan
angka kematian mencapai 11,56%-49,9%. Pengembangan perawatan yang canggih
mengundang masalah baru yakni meningkatnya infeksi nosokomial yang biasanya
diakhiri dengan keadaan septisemia yang berakhir dengan kematian (Victor dan Hans; 1997; 220).
Diagnosis dari penyakit ini adalah melakukan kultur (biakan kuman)
dengan swab sebagai mediator untuk menunjukkan adanya kuman di dalam saluran
pernafasan. Pada hitung jenis (leukosit) kurang membantu sebab pada hitung
jenis ini tidak dapat membedakan penyebab dari infeksi yakni yang berasal dari
virus atau streptokokus karena keduanya dapat menyebabkan terjadinya
leukositosis polimorfonuklear (Pincus
Catzel & Ian Roberts; 1990; 453).
c. Etiologi dan karakteristik
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu
penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari
penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa
faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari
saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta
keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991;
1419).
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang
merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan
penyebab utama yakni golongan A b-hemolityc
streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis,
mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang
mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena
mendapatkan imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran
pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan
lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup
secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut
berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia,
kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan
yaitu alergi, asthma serta kongesti
paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi
pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).
d. Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,
adanya obstruksi hisung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran
pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau
minum (Pincus Catzel & Ian Roberts;
1990; 451).
e. Terapi dan Penatalaksanaan
Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi
dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan
lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat
yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada
sekret.
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi
telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga
drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus
Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).
f. Diagnosis banding
Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis
banding yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua
penyakit diatas memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya
membrana. Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan kultur melalui swab,
hitungan darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh
streptokokus manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang
sering disertai dengan muntah (Pincus
Catzel & Ian Roberts; 1990; 454).
g. Tanda dan gejala yang muncul
1.
Demam, pada neonatus mungkin jarang
terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan
sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya
infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2.
Meningismus, adalah tanda meningeal
tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi
mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung
serta kuduk, terdapatnya tanda kernig
dan brudzinski.
3.
Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi
yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4.
Vomiting, biasanya muncul dalam periode
sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami sakit.
5.
Diare (mild transient diare), seringkali
terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi virus.
6.
Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena
adanya lymphadenitis mesenteric.
7.
Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada
saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya
sekret.
8.
Batuk, merupakan tanda umum dari
tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut
dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9.
Suara nafas, biasa terdapat wheezing,
stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
h. Pengkajian terutama pada jalan nafas
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini
adalah pola, kedalaman, usaha serta irama
dari pernafasan.
Pola, cepat (tachynea)
atau normal.
Kedalaman, nafas normal,
dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan
rongga dada dan pergerakan abdomen.
Usaha, kontinyu,
terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
Irama pernafasan,
bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
Observasi lainya adalah terjadinya infeksi
yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas
wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan
peningkatan produksi dari sputum (Whaley
and Wong; 1991; 1420).
i. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab);
hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224).
j. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, tujuan dan intervensi
1.
Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan, nyeri.
Tujuan:
Pola nafas
kembali efektif dengan kriteria: usaha nafas kembali normal dan meningkatnya
suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
a.
Berikan posisi yang nyaman
sekaligus dapat mengeluarkan sekret dengan mudah.
b.
Ciptakan dan pertahankan jalan
nafas yang bebas.
c.
Anjurkan pada keluarga untuk
membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta menyerap keringat.
d.
Berikan O2 dan
nebulizer sesuai dengan instruksi dokter.
e.
Berikan obat sesuai dengan
instruksi dokter (bronchodilator).
f.
Observasi tanda vital, adanya
cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan.
2.
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses
inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan:
Bebasnya jalan
nafas dari hambatan sekret dengan kriteria: jalan nafas yang bersih dan patent,
meningkatnya pengeluaran sekret.
Intervensi:
a.
Lakukan penyedotan sekret jika
diperlukan.
b.
Cegah jangan sampai terjadi
posisi hiperextensi pada leher.
c.
Berikan posisi yang nyaman dan
mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone
dan side lying position).
d.
Berikan nebulizer sesuai
instruksi dokter.
e.
Anjurkan untuk tidak memberikan
minum agar tidak terjadi aspirasi selama periode tachypnea.
f.
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian cairan perparenteral yang adekuat.
g.
Berikan kelembaban udara yang
cukup.
h.
Observasi pengeluaran sekret
dan tanda vital.
3.
Cemas berhubungan dengan
penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan:
Menurunnya
kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan kriteria: keluarga sudah tidak
sering bertanya kepada petugas dan mau terlibat secara aktif dalam merawat
anaknya.
Intervensi:
a.
Berikan informasi secukupnya
kepada orang tua (perawatan dan pengobatan yang diberikan).
b.
Berikan dorongan secara moril
kepada orang tua.
c.
Jelaskan terapi yang diberikan
dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
d.
Anjurkan kepada keluarga agar
bertanya jika melihat hal-hal yang kurang dimengerti/ tidak jelas.
e.
Anjurkan kepada keluarga agar
terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.
f.
Observasi tingkat kecemasan
yang dialami oleh keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan.
Jakarta: EGC.
Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume
II book 1. USA: CV. Mosby-Year
book. Inc
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan
Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar