Kamis, 14 Januari 2016

ASKEP ISPA


DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN

a.         Pengertian

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).

b.         Angka kejadian dan diagnosis

Pada rumah sakit umum yang telah menjadi rumah sakit rujukan terdapat 8,76 %-30,29% bayi dan neonatal yang masih mengalami infeksi dengan angka kematian mencapai 11,56%-49,9%. Pengembangan perawatan yang canggih mengundang masalah baru yakni meningkatnya infeksi nosokomial yang biasanya diakhiri dengan keadaan septisemia yang berakhir dengan kematian (Victor dan Hans; 1997; 220).
Diagnosis dari penyakit ini adalah melakukan kultur (biakan kuman) dengan swab sebagai mediator untuk menunjukkan adanya kuman di dalam saluran pernafasan. Pada hitung jenis (leukosit) kurang membantu sebab pada hitung jenis ini tidak dapat membedakan penyebab dari infeksi yakni yang berasal dari virus atau streptokokus karena keduanya dapat menyebabkan terjadinya leukositosis polimorfonuklear (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 453).

c.         Etiologi dan karakteristik

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A b-hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta  kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

d.        Manifestasi klinis

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hisung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
 

e.         Terapi dan Penatalaksanaan

Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).

f.          Diagnosis banding

Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis banding yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang sering disertai dengan muntah (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 454).

g.         Tanda dan gejala yang muncul

1.    Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2.    Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3.    Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4.    Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami sakit.
5.    Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi virus.
6.    Abdominal pain,  nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric.
7.    Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8.    Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9.    Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

h.         Pengkajian terutama pada jalan nafas

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.
Pola, cepat (tachynea) atau normal.
Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
 Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum (Whaley and Wong; 1991; 1420).

i.           Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224).

j.           Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, tujuan dan intervensi

1.    Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan, nyeri.
Tujuan:
Pola nafas kembali efektif dengan kriteria: usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
a.    Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret dengan mudah.
b.    Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
c.    Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta menyerap keringat.
d.   Berikan O2 dan nebulizer sesuai dengan instruksi dokter.
e.    Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter (bronchodilator).
f.     Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan.

2.    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan:
Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret dengan kriteria: jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret.
Intervensi:
a.    Lakukan penyedotan sekret jika diperlukan.
b.    Cegah jangan sampai terjadi posisi hiperextensi pada leher.
c.    Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying position).
d.   Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter.
e.    Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi aspirasi selama periode tachypnea.
f.     Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perparenteral yang adekuat.
g.    Berikan kelembaban udara yang cukup.
h.    Observasi pengeluaran sekret dan tanda vital.
3.    Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan:
Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan kriteria: keluarga sudah tidak sering bertanya kepada petugas dan mau terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.
Intervensi:
a.    Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan pengobatan yang diberikan).
b.    Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.
c.    Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
d.   Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang kurang dimengerti/ tidak jelas.
e.    Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.
f.     Observasi tingkat kecemasan yang dialami oleh keluarga.


DAFTAR PUSTAKA

Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC.

Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II   book 1. USA: CV. Mosby-Year book. Inc


Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

ASKEP BBLR

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN BERAT BADAN LAHIR RENDAH


A.    PENGERTIAN
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir.
Dalam hal ini dibedakan menjadi :
  1. Prematuritas murni
Yaitu bayi pada kehamilan < 37 minggu dengan berat badan sesuai.
  1. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR)
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan

B.     PREVALENSI

Frekuensi kejadian bayi lahir kurang dari masa gestasi 37 minggu (menurut U.S. Collaborative Perinatal Study) adalah 7,1 % untuk kulit putih dan 17,9 % untuk kulit berwarna. Kira-kira 1/3 – ½ bayi berat lahir rendah mempunyai masa gestasi 37 minggu atau lebih. Kejadian bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram bervariasi antara 6 – 16 %.

Di bangsal Neonatus RSCM (1986) penyebab kematian neonatus adalah : cacat bawaan, sindrom gawat nafas, infeksi, asfiksia, imaturitas (Markum, AH, 2002)

C.    ETIOLOGI

Penyebab kelahiran prematur tidak diketahui, tapi ada beberapa faktor yang berhubungan, yaitu :
1.                              Faktor ibu
§  Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diaatas 35 tahun
§  Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
§  Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok
2.                              Faktor kehamilan
§  Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
§  Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini
3.                              Faktor janin
§  Cacat bawaan, infeksi dalam rahim
4.                              Faktor yang masih belum diketahui

D.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1.                              Prematuritas murni
§  BB < 2500 gram, PB < 45 cm, LK < 33 cm, LD < 30 cm
§  Masa gestasi < 37 minggu
§  Kepala lebih besar dari pada badan, kulit tipis transparan, mengkilap dan licin
§  Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terdapat terutama pada daerah dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak subkutan kurang, ubun-ubun dan sutura lebar
§  Genetalia belum sempurna, pada wanita labia minora belum tertutup oleh labia mayora, pada laki-laki testis belum turun.
§  Tulang rawan telinga belum sempurna, rajah tangan belum sempurna
§  Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus dapat terlihat
§  Rambut tipis, halus, teranyam, puting susu belum terbentuk dengan baik
§  Bayi kecil, posisi masih posisi fetal, pergerakan kurang dan lemah
§  Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering mengalami apnea, otot masih hipotonik
§  Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap, menelan dan batuk belum sempurna

2.                              Dismaturitas

§  Kulit berselubung verniks kaseosa tipis/tak ada,
§  Kulit pucat bernoda mekonium, kering, keriput, tipis
§  Jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi tampak gesit, aktif dan kuat
§  Tali pusat berwarna kuning kehijauan

E.     KOMPLIKASI

§  Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres respirasi, penyakit membran hialin
§              Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
§              Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
§              Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan darah
§              Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
§              Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal

F.     PENATALAKSANAAN MEDIS

§              Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
§  Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
§  Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
§              Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat

G.    ASUHAN KEPERAWATAN

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Rencana Tindakan


1.













2.


Pola nafas tidak efektif  b/d tidak adekuatnya ekspansi paru










Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan


Pola nafas yang efektif

Kriteria :
§  Kebutuhan oksigen 
    menurun
§  Nafas spontan, adekuat
§  Tidak sesak.
§  Tidak ada retraksi


Pertukaran gas adekuat

Kriteria :
§  Tidak sianosis.
§  Analisa gas darah normal
§  Saturasi oksigen normal.


§  Berikan posisi kepala sedikit ekstensi
§  Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
§  Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan








§  Lakukan isap lendir kalau perlu
§  Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
§  Observasi warna kulit
§  Ukur saturasi oksigen
§  Observasi tanda-tanda perburukan pernafasan
§  Lapor dokter apabila terdapat  tanda-tanda perburukan pernafasan
§  Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
§  Kolaborasi dalam pemeriksaan surfaktan



No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria

Rencana Tindakan



3.













4.













5


Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat


Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan



Hidrasi baik

Kriteria:
§  Turgor kulit elastik
§  Tidak ada edema
§  Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
§  Elektrolit darah dalam batas normal



Nutrisi adekuat

Kriteria :
§  Berat badan naik 10-30 gram / hari
§  Tidak ada edema
§  Protein dan albumin darah dalam batas normal




Suhu bayi stabil
§  Suhu 36,5 0C -37,2 0C
§  Akral hangat











§  Observasi turgor kulit.
§  Catat intake dan output
§  Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena dan elektrolit
§  Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit darah








§  Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat
§  Observasi dan catat toleransi minum
§  Timbang berat badan setiap hari
§  Catat intake dan output
§  Kolaborasi dalam pemberian total parenteral nutrition kalau perlu





§  Rawat bayi dengan suhu lingkungan sesuai
§  Hindarkan bayi kontak langsung dengan benda sebagai sumber dingin/panas
§  Ukur suhu bayi setiap 3 jam atau kalau perlu
§  Ganti popok bila basah






No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria

Rencana Tindakan



6.














7.

















8.

Resiko tinggi terjadi gangguan perfusi jaringan b/d imaturitas fungsi kardiovaskuler









Resiko tinggi injuri susunan saraf pusat b/d hipoksia














Resiko tinggi infeksi b/d imaturitas fungsi imunologik






Perfusi jaringan baik
§  Tekanan darah normal
§  Pengisian kembali kapiler <2 detik
§  Akral hangat dan tidak sianosis
§  Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
§  Kesadaran composmentis


Tidak ada injuri

Kriteria :
§  Kesadaran composmentis
§  Gerakan aktif dan terkoordinasi
§  Tidak ada kejang ataupun twitching
§  Tidak ada tangisan melengking
§  Hasil USG kepala dalam batas normal


Bayi tidak terinfeksi

Kriteria :
§  Suhu 36,5 0C -37,2 0C
§  Darah rutin normal


§  Ukur tekanan darah kalau perlu
§  Observasi warna dan suhu kulit
§  Observasi pengisian kembali kapiler
§  Observasi adanya edema perifer
§  Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
§  Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan






§  Cegah terjadinya hipoksia
§  Ukur saturasi oksigen
§  Observasi kesadaran dan aktifitas bayi
§  Observasi tangisan bayi
§  Observasi adanya kejang
§  Lapor dokter apabila ditemukan kelainan pada saat observasi
§  Ukur lingkar kepala kalau perlu
§  Kolaborasi dalam pemeriksaan USG kepala







§  Hindari bayi dari orang-orang yang terinfeksi kalau perlu rawat dalam inkubator
§  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi
§  Lakukan tehnik aseptik dan antiseptik bila melakukan prosedur invasif


No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria

Rencana Tindakan









9.








10.













11.








Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit




Gangguan persepsi-sensori : penglihatan, pendengaran, penciuman, taktil b/d stimulus yang kurang atau berlebihan dari lingkungan perawatan intensif




Koping keluarga tidak efektif b/d kondisi kritis pada bayinya, perawatan yang lama dan takut untuk merawat bayinya setelah pulang dari RS











Integritas kulit baik

Kriteria :
§  Tidak ada rash
§  Tidak ada iritasi
§  Tidak plebitis



Persepsi dan sensori baik

Kriteria :
§ Bayi berespon terhadap stimulus







Koping keluarga efektif
Kriteria :
§ Ortu kooperatif dg perawatan bayinya.
§ Pengetahuan ortu bertambah
§ Orang tua dapat merawat bayi di rumah


§  Lakukan perawatan tali pusat
§  Observasi tanda-tanda vital
§  Kolaborasi pemeriksaan darah rutin
§  Kolaborasi pemberian antibiotika


§  Kaji kulit bayi dari tanda-tanda kemerahan, iritasi, rash, lesi dan lecet pada daerah yang tertekan
§  Gunakan plester non alergi dan seminimal mungkin
§  Ubah posisi bayi dan pemasangan elektrode atau sensor

§ Membelai bayi sebelum malakukan tindakan
§ Mengajak bayi berbicara atau merangsang pendengaran bayi dengan memutarkan lagu-lagu yang lembut
§ Memberikan rangsang cahaya pada mata
§ Kurangi suara monitor jika memungkinkan
§ Lakukan stimulas untuk refleks menghisap dan menelan dengan memasang dot

§ Memberikan kesempatan pada ortu berkonsultasi dengan dokter
§ Rujuk ke ahli psikologi jika perlu
§ Berikan penkes cara perawatan bayi BBLR di rumah termasuk pijat bayi, metode kanguru, cara memandikan
§ Lakukan home visit jika bayi pulang dari RS untuk menilai kemampuan orang tua merawat bayinya