BAB I
KONSEP DASAR
I. STROKE
A. Pengertian
1. Stroke adalah penyakit gangguan fungsional
otak fokal maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang
terkena, yang sebelumnya tanpa peringatan, dan yang dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan cacat atau kematian, akibat gangguan aliran darah ke otak karena
perdarahan ataupun non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002)
2. Stroke adalah sindrom klinis yang awal
timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau
global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian,
dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000)
B. Etiologi
Menurut Brunner dan Suddarth (2001),
etiologi stroke adalah :
1. Trombosist
Adalah gumpalan darah yang ada didalam
dinding pembuluh darah, perlahan akan menutup akibat penyimpanan kolesterol
dalam dinding arteri. Tanda-tanda trombosit bervariasi, misal : sakit kepala,
pusing kejang dan kehilangan bicara sementara, paralysis dan tanda ini tidak
terjadi secara tiba-tiba.
2. Embolisme Serebral
Adalah bekuan darah yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain. Emboli ini berasal dari thrombus dalam jatung
sehingga emboli ini merupakan perwujudan dari penyakit jantung.
3. Ischemia
Adalah penurunan aliran darah ke otak
4. Hemorragic Serebral
Adalah perdarahan pada otak akibat
pecahnya pembuluh darah serebral sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak
atau disekitar otak.
C. Patofisiologi
Menurut Lany Sustiyani
Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto, 2003 dalam kehidupan sehari-hari otak
membutuhkan suplai darah yang konstan di mana dalam hal ini semua
perubahan-perubahan tekanan perfusi dari sistem sirkulasi sentral dipelihara
oleh suatu fenomena auto regulasi. Adanya gangguan peredaran darah otak dapat
menimbulkan jejas atau cidera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang
menimbulkan penyempitan atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan
suplainya ke bagian otak tidak adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan
perubahan-perubahan iskhematik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian rupa
hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis (infark)
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan
menyebabkan hancurnya darah ke jaringan (hemorrhage)
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok
pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
4. Rdema serebri yang merupakan pengumpulan
cairan di ruang interstisiel jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah
arteri mula-mula hanya menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan baru
setelah stenosis cukup hebat dan melampui batas kristis terjadi pengurangan
aliran secara drastic dan cepat.
Akulasi suatu arteri otak akan
menimbulkan Reduksi perfusi suatu area di mana jaringan otak normal sekitarnya
masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha untuk membantu mensuplai darah
melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Selanjutnya akan terjadi edema di
daerah ini. Selama berlangsungnya peristiwa ini, otoregulasi sudah tidak
berfungsi, sehingga aliran darah akan mengikuti secara pasif segala perubahan
tekanan darah arteri. Disamping itu reaktifitas serebrovaskuler terhadap PCO2
terganggu. Berkurangnya aliran darah serebral sampai tahap ambang tertentu akan
melalui serangkaian gangguan fungsi neuroral. Bila aliran darah berkurang
sampai di bawah ambang fungsi elektrik, fungsi kortikal terganggu, namun
neuron-neuron masih tetap hidup sampai aliran darah turun di bawah ambang kerusakan
permanen, dan saat ini akan terjadi kerusakan jaringan yang permanen.
Pathway
Hipertensi, DM, Merokok, Penyakit Jantung, Kegemukan / obesitas
D. Gejala Klinis
Menurut Junaidi Iskandar (2002), gejala
klinis stroke berupa:
1. Kesemutan atau gangguan sensibilitas dan
kelemahan dari anggota gerak termasuk wajah.
2. Kesulitan berbicara memahami pembicaraan
atau tiba-tiba menjadi bingung
3. Gangguan penglihatan pada satu atau kedua
mata
4. Kesulitan berjalan, sempoyongan atau
kehilangan keseimbangan
5. Nyeri kepala hebat dengan sebab yang
tidak jelas disertai mual dan muntah
6. Perubahan mendadak tingkah laku / status
mental
7. Disartria (bicara pelo/ cedal)
E. Klasifikasi
Klasifikasi dari stroke ada dua macam,
menurut Lanny Sustiani, Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto (2003), adalah :
1. Stroke Non Haemorragic
Stroke disebabkan oleh faktor-faktor
sebagai berikut :
a. Menumpuknya lemak pada pembuluh darah
yang menyebabkan mulai terjadinya pembekuan darah.
b. Benda asing dalam pembuluh darah jantung
c. Adanya lubang pada pembuluh darah
sehingga darah bocor yang mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang.
2. Stroke Haemorragic
Stroke ini disebabkan karena salah satu
pembuluh darah di otak bocor atau pecah sehingga darah mengisi ruang sel-sel
otak.
a. Darah tinggi yang dapat menyebabkan
pembuluh darah pecah
b. Peleburan pada pembuluh darah yang
menyebabkan pembuluh darah pecah
c. Tumor pada pembuluh darah
Perbedaan Stroke Non Haemorragic dan
Stroke Haemorragic
Gejala
|
Stroke Non Haemorragic
|
Stroke Haemorragic
|
Saat
kejadian
Nyeri kepala
Kejang
Muntah
Adanya tanda
peringatan
|
Mendadak,
istirahat
Ringan
Tidak ada
Tidak ada
Ada
|
Mendadak,
sedang aktif
Hebat
Ada
Ada
Tidak ada
|
F. Faktor-Faktor Resiko
Menurut Junaidi Iskandar, (2002)
faktor-faktor resiko stroke terdiri dari:
1. Faktor resiko yang dapat dikontrol,
adalah :
a. Hipertensi
b. Diabetes Melitus
c. Merokok
d. Penyakit jantung
e. Kegemukan / obesitas
f. Hiperkolesterolemia dan hiperurikemia
g. Kelainan arteri karotis
h. Hiperkoagulasi (darah mudah menggumpal)
i.
Konsumsi
alkohol berlebihan
j.
Penyalahgunaan
obat
k. Gangguan pernafasan saat tidur (sleep
apnea)
l.
Pernah
terjadi serangan / Transient Ischemic Attack (TIA) sebelumnya.
2. Faktor yang tidak dapat dikontrol, adalah
:
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Ras / Suku Bangsa
d. Kelainan bawaan / herediter
e. Riwayat stroke / TIA sebelumnya
G. Komplikasi
Menurut Sjaifoellah Noer, (2002),
komplikasi dari stroke yaitu :
1. Depresi
Dampak yang menyulitkan penderita dan
orang di sekitarnya. Oleh karena itu keterbatasan akibat kelumpuhan, sulit
berkomunikasi sehingga penderita stroke dapat mengalami depresi.
2. Darah beku
Terbentuk pada jaringan yang lumpuh
(kaki) dapat mengakibatkan pembengkakan
3. Radang paru-paru / pneumonia
Dampak stroke dapat memungkinkan
penderita kesulitan menelan, batuk-batuk sehingga cairan terkumpul di
paru-paru.
4. Dekubitus
Saat mengalami stroke usahakan untuk
selalu berpindah dan bergerak secara teratur. Bagian yang biasa mengalami memar
adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat bisa
menjadi infeksi, keadaan ini dapat menjadi parah bila berbaring di tempat tidur
yang basah.
H. Pemeriksaan Radiologi
Menurut Junaidi Iskandar, (2002) pemeriksaan
radiologi berupa:
1. CT. SCAN
Untuk membedakan antara stroke
hemorrhagic dan non hemorrhagic
2. Angigrafi
Untuk melihat gambaran pembuluh darah
yang patologis
3. EEG
Untuk melihat area yang spesifik dari
lesi otak
4. MRI
Untuk mengetahui adanya perdarahan
5. Brainplan
Untuk mengetahui adanya infark
hemorrhagic, hematoma dan malformasi dari arteri dan vena.
6. Dopler Ultrasonography
Untuk mengetahui ukuran dan kecepatan
aliran darah yang melalui pembuluh darah
7. Skuli Rontgenogram
Untuk mengetahui klasifikasi intra
kranial
8. Digital Substraction Angiography
Untuk mengetahui adanya aklusi atau
penyempitan pembuluh darah terutama kolusi arteri karotif
9. Eshoencephalography
Untuk mengetahui adanya pergeseran dari
struktur midline
10. B. Mode Ultrasound
Untuk mengukur tekanan darah melalui
pembuluh darah leher.
I. Nursing Care Plan (NCP)
1. Pengkajian (Doenges, 2001)
a. Riwayat kesehatan pasien
1) Keluhan utama
2) Penyakit sekarang
3) Penyakit dahulu
4) Riwayat sosial
b. Aktivitas istirahat
Gejala : Kesulitan beraktivitas karena
hemiplegia / hemiparase
Tanda : Gangguan tonus otot
(flaksid/spastik) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran
c. Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung dan riwayat
hipotensi postural
Tanda : - Hipertensi vaskuler
-
Frekuensi
nadi yang bervariasi
-
Disaritmia
-
Desiran
karotis, femoralis, arteri iliaka
d. Integritas ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya
Tanda : emosi lebih Ã
kesulitan mengekspresikan diri
e. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia / anuria, distensi
abdomen, ileus paralitik
f. Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia, mual , muntah pada
fase akut, kehilangan sensasi
Tanda : kesulitan menelan
g. Neurosensori
Gejala : Sinkope, sakit
kepala, hilangnya sensibilitas, hemiplegia, atau hemiparese, penglihatan
menurun
Tanda : Penurunan tingkat
kesadaran, paralysis wajah, afasia motoril / sensorik, penurunan respon
terhadap rangsang, penurunan kemampuan motoris, ukuran dan reaksi pupil yang
tidak sama
h. Nyeri / ketidakseimbangan
Gejala : Headache
Tanda : Tingkah laku tidak stabil,
gelisah, ketegangan pada otot / facia
i.
Pernafasan
Gejala : Merokok (faktor resiko)
Tanda : ketidakmampuan menelan / batuk,
sonki, dispnoe
j.
Keamanan
Tanda : Perubahan persepsi terhadap
sensori, tidak mampu mengenal objek, kesulitan menelan
k. Interaksi sosial
Tanda : Masalah bicara / ketidakmampuan
komunikasi
l.
Penyuluhan
/ pembelajaran
Gejala : Riwayat hipertensi keluarga
2. Pengkajian fungsi saraf cranial
a. Olfaktorius ( I )
Menunjukkan penurunan sensori penciuman /
penghidup
b. Obtikus ( II )
Adanya penurunan ketajaman penglihatan
karena penurunan sensorik
c. Okulomotorius ( III )
Klien tidak mampu mengangkat kelopak
mata, pupil akan miosis atau tidak dapat mengkontraksikan pupil dan sebagian
gerakan ekstra okuler terganggu.
d. Troklearis ( IV )
Klien tidak dapat menggerakkan mata ke
bawah dan ke dalam
e. Trigeminus ( V )
Gangguan pada otot temporalis dan
masseter serta gerak rahang ke lateral. Penurunan respon sensorik pada
rangsangan di kulit wajah 2/3 depan kulit kepala mukosa mata, dan hidung,
rongga mulut, lidah dan gigi, gangguan reflek berkedip.
f. Fasialis ( VI )
Ekspresi wajah tidak norma, gangguan
laktima dan salvias, penurunan fungsi pengecapan bagian depan lidah (manis,
asam, asin)
g. Vestibulo koklearis ( VII )
Keseimbangan tubuh dan pendengaran
terganggu / menurun
h. Glosofaringeus ( VIII )
Sulit menelan, tidak ada reflek muntah,
gangguan salivasi gangguan pengecapan, lidah belakang, gangguan pada faring
i.
Vagus
( IX )
Gangguan pada saluran pencernaan
j.
Accesorius
( X )
Ketidakmampuan menggerakkan kepala dan
bahu
k. Hyplogossus
Gangguan pergerakan lidah
3. Diagnosa keperawatan (Suddarth &
Brunner, 2001)
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan
cerebral yang berhubungan dengan adanya sumbatan pembuluh darah otak,
perdarahan otak, vasospasmus otak, oedem cerebral.
1) Tujuan : Perfusi jaringan otak dapat
dipertahankan secara adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan
2) Kriteria hasil
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1. Peningkatan sensori
2. Perbedaan rangsang
3. Tidak parestesia
4. Tidak hiperparesia
|
|
|
|
|
|
Ket:
1. Sangat tidak sesuai
2. Sering tidak sesuai
3. Kadang tidak sesuai
4. Jarang tidak sesuai
5. Sesuai
3) Intervensi
a) Kaji faktor penyebab penurunan perfusi
cerebral dan potensial peningkatan tekanan intrakranial
b) Monitor status neurologi setiap hari
c) Monitor tanda-tanda vital tiap jam
d) Evaluasi pupil, ukuran, bentuk kesamaan,
respon terhadap cahaya
e) Kaji perubahan penglihatan kabur, lapang
pandang menurun
f) Beri tirah baring dan lingkungan yang
nyaman
g) Cegah mengejan saat BAB dan menahan nafas
h) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
O2
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
yang berhubungan dengan tidak sadar atau batuk tidak efektif
1) Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali
efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan. (Marion Johnson, 2000)
2) Kriteria hasil (Marion Johnson, 2000)
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1. Tidak ada demam
2. Tidak ada kecemasan
3. RR dalam batas normal
4. Irama nafas normal
5. Tidak ada suara tambahan
|
|
|
|
|
|
Ket:
1. Sangat tidak sesuai
2. Sering tidak sesuai
3. Kadang tidak sesuai
4. Jarang tidak sesuai
5. Sesuai
3) Intervensi (Joanne Mc.Closkey, 1996)
a) Kaji dan pantau pernafasan, reflek batuk
dan sekresi
b) Kaji program analgetik
c) Posisikan tubuh dan kepala untuk
menghindari obstruksi jalan nafas dan memberikan pengeluaran sekresi yang
optimal
d) Pasang bantuan alat nafas
e) Atur posisi kepala lebih tinggi ± 30 o
f) Berikan cairan ± 3 liter
untuk mengencerkan sekresi
c. Kurang perawatan diri yang berhubungan
dengan gangguan neuro muscular, penurunan kekuatan dan ketahanan otot serta
penurunan Koordinasi otot
1) Tujuan : Perawatan diri pasien meningkat
setelah diberikan tindakan keperawatan. (Marion Johnson, 2000)
2) Kriteria hasil (Marion Johnson, 2000)
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1. Makan
2. Ganti pakaian
3. Toileting
4. Mandi
5. Berhias
6. ambulasi jalan
|
|
|
|
|
|
Ket:
1. Tergantung penuh
2. Butuh bantuan alat dan orang
3. Butuh bantuan orang
4. Butuh bantuan alat
5. Mandiri
3) Intervensi (Joanne Mc.Closkey, 1996)
a) Kaji kemampuan klien untuk melakukan
kegiatan sehari-hari
b) Berikan bantuan seperlunya pada hal-hal
yang pasien mampu melakukannya
d. Gangguan sensori perceptual yang
berhubungan dengan gangguan sensori penerimaan, transmisi dan integrasi.
1) Tujuan : Mengembalikan fungsi persepsi
sensorik agar mengarah ke pemulihan / normal dan komplikasi dapat dicegah atau
seminimal mungkin tidak terjadi (Marion Johnson, 2000)
2) Kriteria hasil (Marion Johnson, 2000)
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1. Penglihatan
2. Reflek mata
3. Tidak ada pusing
4. Fungsi saraf otonom
5. Gerakan otot wajah
|
|
|
|
|
|
Ket:
1. Sangat tidak sesuai
2. Sering tidak sesuai
3. Kadang tidak sesuai
4. Jarang tidak sesuai
5. Sesuai
3) Intervensi (Joanne Mc.Closkey, 1996)
a) Kaji respon sensorik terhadap rabaan
panas / dingin / tajam / tumpul dan catat perubahan yang terjadi
b) Koreksi kemampuan pasien berorientasi terhadap
orang, tempat dan waktu
c) Bicara dengan pasien, dengan tenang,
gunakan kalimat sederhana
d) Berikan pengamanan di sisi tempat tidur
e. Gangguan eliminasi urine : inkontinensia
yang berhubungan dengan hilangnya kemampuan kontrol eliminasi urin sekunder
pada gangguan motor saraf unilateral.
1) Tujuan : Klien dapat mengontrol
pengeluaran urine (Marion Johnson, 2000)
2) Kriteria hasil (Marion Johnson, 2000)
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1.
Mengenal
sensasi BAK yang urgen
2.
memperkirakan
pola BAK
3.
Berespon
waktu atau kebiasaan untuk Bak
4.
Bebas
urine tertahan diantara berkemih
|
|
|
|
|
|
Ket:
1. Tidak pernah bisa melakukan
2. Jarang bisa melakukan
3. Kadang bisa melakukan
4. Sering bisa melakukan
5. Selalu bisa melakukan
3) Intervensi (Joanne Mc.Closkey, 1996)
a) Monitor dan catat inkontinensia urine
b) Tawarkan urinal, bila mungkin ke kamar
mandi setiap 2 – 3 jam
c) Ajarkan dan anjurkan pasien melakukan
latihan parineal : dengan cara menahan kemih dan mengeluarkan kembali pada
pertengahan berkemih, meregangkan dan melemaskan otot-otot untuk memperbaiki
tonus spinchter uretra
d) Atur agar intake cairan lebih sedikit
pada sore hari untuk mengurangi kemungkinan inkontinensia pada malam hari
e) Anjurkan pasien menghindari minum-minuman
yang mengandung kafein (kafein adalah sejenis diuretic)
f) Konsultasikan ke dokter, bila memerlukan
pemasangan DC
f. Kerusakan mobilitas fisik yang
berhubungan dengan adanya kelemahan parestesia, kelumpuhan flacsial, hipotonik,
kelumpuhan spastik
1)
Tujuan
: Mobilitas fisik klien tidak tergantung setelah dilakukan tindakan keperawatan
(Marion Johnson, 2000)
2) Kriteria hasil (Marion Johnson, 2000)
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1. Menjaga keseimbangan tubuh
2. Menjaga posisi tubuh
3. Pergerakan otot (ekstremitas)
4. Pergerakan sendi (ekstremitas)
5. Ambulasi jalan
|
|
|
|
|
|
Ket:
1. Tergantung penuh
2. Butuh bantuan orang lain dan alat
3. Butuh bantuan orang lain
4. Butuh bantuan alat
5. Mandiri
3) Intervensi (Joanne Mc.Closkey, 1996)
a) Kaji tingkat kemampuan dalam melakukan
aktivitas tiap hari
b) Observasi keadaan integritas kulit
c) Lakukan alih baring tiap 2 – 4 jam
d) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas
sesuai kemampuannya
e) Kolaborasi dengan fisioterapi
g. Kerusakan komunikasi verbal yang
berhubungan dengan gangguan sirkulasi cerebral, gangguan saraf dan otot,
kehilangan otot wajah / mulut umumnya karena kelemahan, kelelahan
1) Tujuan : Komunikasi klien tidak terganggu
setelah dilakukan tindakan keperawatan (Marion Johnson, 2000)
2) Kriteria hasil (Marion Johnson, 2000)
Indikator
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1. Menggunakan bahasa tulisan
2. Menggunakan bahasa lisan
3. Menggunakan gambar
4. Menggunakan bahasa non verbal
|
|
|
|
|
|
Ket:
1. Tidak pernah sesuai harapan
2. Jarang sesuai harapan
3. Kadang sesuai harapan
4. Sering sesuai harapan
5. Selalu sesuai harapan
3) Intervensi (Joanne Mc.Closkey, 1996)
a) Kaji tingkat ketidakmampuan pesan
b) Dengarkan dengan seksama pembicaraan
pasien dari feed bed oleh perawat, arti kata-kata yang dimaksud
c) Libatkan keluarga untuk melatih bicara
d) Konsultasikan dengan speech terapi sesuai
indikasi
II. Diabetes Mellitus
A.
Pengertian
1.
Diabetes mellitus (DM) adalah
gangguan metabolik yang dikarakteristikkan oleh hiperglikemia, dan diakibatkan
dari kerusakan produksi insulin (Sandra M. Nettina, 2002).
2.
Diabetes mellitus adalah
keadaan hiperglikemia kronis yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat
gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Arif Mansjoer, 1999).
B.
Etiologi (Suddarth & Brunner,
2001)
Insulin dependent diabetes mellitus
(IDDM) disebabkan oleh destruksi sel β pulau langerhans akibat proses autoimun.
Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM TTI) disebabkan kegagalan
relatif sel β dan resistensi insulin.
Serangan autoimun pada DM tipe I
dapat timbul setelah infeksi virus misalnya gondongan (MUMPS), rubeia,
sitomegali virus tronik atau gotongan obat nitro samin yang terdapat pada
daging yang diawetkan. Pada saat diagnosis DM tipe I ditegakkan, ditemukan
antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans pada sebagian besar pasien. Salah
satu kemungkinan seseorang membentuk antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans
adalah bahwa terdapat suatu agen lingkungan yang secara antigens mengubah
sel-sel pankreas untuk merangsang pembentukan autoantobodi.
DM tipe II tampaknya berkaitan dengan
kegemukan. Selain itu pengaruh genetik yang menentukan kegemukan seseorang
mengidap penyakit ini, cukup kuat.
C.
Patofisiologis
Hipoglikemia adalah glukosa darah
yang kurang dari 50 mg/100 ml darah. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh puasa,
atau khususnya puasa yang disertai olah raga, karena olah raga meningkatkan
pemakaian glukosa oleh sel-sel, otot rangka. Namun hipoglikemia lebih sering
disebabkan oleh kebiasaan dosis insulin pada pengidap diabetes
dependen-insulin. Karena otak memerlukan glukosa darah sebagai sumber energi
utama. Maka hipoglikemia menyebabkan timbulnya berbagai gejala gangguan fungsi
susunan saraf pusat (SSP) berupa konfusi, iritabilitas kejang dan koma.
Hipoglikemia dapat menyebabkan nyeri kepala, akibat perubahan aliran darah otak
dan perubahan keseimbangan air. Secara sistematis, hipoglikemia menyebabkan
pengaktivan sistem saraf simpatis yang merangsang rasa lapar, kegelisahan,
berkeringat dan takikardia.
Hiperglikemia didefinisikan sebagai
kadar glukosa darah yang tinggi dari pada rentang kadar puasa normal 80-90
ml/100 ml darah, atau rentang nono puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah.
Hiperglikemia biasanya disebabkan oleh defisiensi insulin, seperti dijumpai
pada diabetes tipe I, atau karena penurunan responsivitas sel terhadap insulin,
seperti dijumpai pada diabetes tipe II hiperkortisolemia, yang terjadi pada
sindrom cushing dan sebagai respon terhadap stress kronik, dapat menyebabkan
hiperglikemia melalui perangsangan glukoneogenesis hati. Keadaan akut kelebihan
hormon tiroid, prolaktin, dan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan peningkatan
glukosa darah. Peningkatan kadar hormon-hormon tersebut dalam jangka panjang,
terutama hormon pertumbuhan dianggap diabetogenik (menimbulkan diabetes).
Pengolahan bahan makan dimulai di
mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus, didalam saluran pencernaan
itu makan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi
glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat
makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan
diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh
sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi dengan bahan bakar, zat makanan itu
harus masuk dulu kedalam sel supaya dapat diolah. Didalam sel, zat makanan
terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya
adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses
metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas
memasukkan glukosa kedalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan
bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta
di pankreas.
1.
Pankreas
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang
letaknya dibelakang lambung. Didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk
seperti pulau pada beta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi
sel beta yang mengeluarkan hormon insulin, yang sangat berperan dalam mengatur
kadar glukosa darah.
2.
Kerja insulin
Insulin yang dikeluarkan oleh sel
beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu
masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian didalam sel glukosa itu
dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insul;in tidak ada, maka glukosa tak
dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada didalam pembuluh darah
yang artinya kadarnya didalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan
akan jadi lemah karena tidak ada sumber energi didalam sel. Inilah yang terjadi
pada diabetes mellitus tipe I.
Pada diabetes mellitus tipe II jumlah
insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang
terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan
sebagai lubang kunci pintu masuk kedalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang
kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi
karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan
sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa didalam
pembuluh darah meningkat.
Kadar gula yang tinggi dalam waktu
yang lama mengakibatkan gula darah pekat dan terjadi pengendapan yang
menimbulkan aterosklerosis sehingga meningkatkan tekanan darah/ hipertensi.
D.
Klasifikasi
Menurut Tjokro Pawiro Askandar, (2001)
klasifikasi Diabetes mellitus terdiri dari:
1.
Diabetes mellitus tipe I (DM
tergantung insullin/ IDDM)
Gambaran kliniknya biasanya timbul
pada masa kanak-kanak, tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa.
2.
Diabetes melitus tipe 2 (Tidak
tergantung insullin/ NIDDM)
Timbul makin sering setelah umur 40
tahun dengan catatan pada dekade ke 7 kekerapatan diabetes mencapai 3 sampai 4
kali lebih tinggi dari pada rata-rata orang dewasa. Pada keadaan dengan kadar
glukosa darah tidak terlalu tinggi atau belum ada komplikasi, biasanya pasien
tidak berobat ke rumah sakit atau dokter.
E.
Tanda dan Gejala
Menurut Arief Mansjoer, (1999) tanda
dan gejala DM terdiri dari:
1.
Poliuri
Ketika kadar glukosa darah meningkat ke tingkat pada
saat jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas. Sel-sel tubulus
melakukan reabsorbsi, glukosa akan timbul di urin (glukosuria), glukosa di urin
menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O bersamanya menimbulkan
diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria.
2.
Polidipsi
Cairan yang berlebihan keluar dari tubuh menyebabkan
dehidrasi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan tegangan sirkulasi perifer
karena volume cairan turun mencolok. Sehingga sel-sel kehilangan air karena
tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke
cairan ekstra sel yang hipertonik. Rasa haus yang berlebih sebenarnya merupakan
kompensasi untuk mengatasi dehidrasi.
3.
Polifagia
Akibat penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel,
disertai oleh peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati meningkat karena proses
yang menghasilkan glukosa yaitu glikogenolisis dan glikoneogenesis, berlangsung
tanpa hambatan karena insulin tidak ada, karena sebagian besar sel tubuh tidak
dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, sehingga terjadi kelebihan
glukosa di ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa intra sel akibatnya
nafsu makan meningkat.
F.
Komplikasi
Menurut Tjokro Pawiro Askandar, (2001) komplikasi DM
terdiri dari:
1.
Komplikasi akut
a.
Hipoglikemia
b.
Diabetes Ketoasidosis
c.
Sindrom HHNIK (Koma
Hiperglikemik Hiperosmoler)
2.
Komplikasi jangka panjang
a.
Komplikasi makrovaskuler
1)
Penyakit arteri koroner
2)
Penyakit serebrovaskuler
3)
Penyakit vaskuler perifer
b.
Komplikasi Mikrovakuler
1)
Retinopati diabetik
Kelainan patologis mata yang disebut retinopati diabetik
disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata.
2)
Nefropati
Bila kadar glukosa darah tinggi maka mekanisme filtrasi
ginjal akan mengalami stres yang menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam
urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat,
kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk
terjadinya nefropati.
G.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan penunjang menurut
Donges, (2000) adalah sebagai berikut
a.
Glukosa darah : Meningkat 200-100
mg/dL atau lebih
b.
Aseton plasma (keton) : Positif
secara mencolok
c.
Asam lemak bebas : Kadar lipd
dan kolesterol meningkat
d.
Osmolalitas : Meningkat tetapi
biasanya kurang dari 330 mOsn/lt
e.
Elektrolit
1)
Natrium : Mungkin normal,
meningkat atau menurun
2)
Kalium : Normal atau
peningkatan semua (perpindahan selulosa) selanjutnya akan menurun
3)
Fosfor : lebih sering menurun
f.
Gas darah arteri. Biasanya
menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g.
Trombosit darah. Ht mungkin
meningkat (dehidrasi) leukositosis hemokonsentrasi merupakan respons
terhadapstress atau infeksi.
h.
Ureum/ kreatinin. Mungkin
meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
i.
Amilase darah. Mungkin
meningkat yang mengindikasikan adanya pakreatitis akut sebagai penyebab dari
DKA
H.
Penatalaksanaan Medis (Askandar
Tjokro Pawiro, 2001)
1.
Diet
Penentuan jumlah kalori diet
diabetes disesuaikan dengan status gizi penderita. Penentuan gizi penderita
dilaksanakan dengan menghitung percentage of relative body weight (BBR : berat
badan relatif) dengan rumus:
(BB = kg, TB : cm)
a.
Kurus (= BBR < 90%)
b.
Normal (ideal) : BBR 90-110%
c.
Gemuk : BBR > 110%
d.
Obesitas, apabila BBR > 20%
:
1)
Obesitas ringan 120-130%
2)
Obesitas ringan 130-140%
3)
Obesitas berat 140-200%
4)
Obesitas Morbid > 200%
Dalam praktek, sebagai pedoman jumlah kalori yang
diperlukan sehari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :
b.
Kurus : BB x 40-60 kalori sehari
c.
Normal : BB x 30 kalori sehari
d.
Gemuk : BB x 20 kalori sehari
e.
Obesitas : BB x 10-15 kalori sehari
2.
Latihan Fisik
a.
Manfaat
1)
Meningkatkan kepekaan Insulin
apabila dikerjakan setiap 11/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi
insulin resistance pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
2)
Memperbaiki aliran darah
perifer dan menambah oxygen supply.
3)
Menurunkan kolesterol dan
trigliserida dalam darah, karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3.
Pemantauan
Pemantauan kadar glukosa
darah secara mandiri, dengan cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan
hipoglikemi dan hiperglikemi, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah
normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang.
4.
Pengobatan/ Terapi
a.
Golongan sulfonilurea
1)
Short acting: Tolbutamide,
Glycodiazine, Tolazamide mempunyai waktu paruh sekitar 4 jam, kerja cepat,
diberikan 1-3 kali sehari (pagi, siang, sore). Apabila pemberian cukup dua kali
sehari maka berikan pagi dan siang dan bila pemberiannya cukup sekali, berikan
pada pagi hari.
2)
Intermediate
Mempunyai waktu paruh antara 5-8 jam, diberikan 1-2 kali
sehari (pagi dan siang) jangan pagi dan malam. Apabila diberikan satu kali,
maka diberikan pada pagi hari saja.
Contoh :
·
Glibenclamide (Euglocon,
Daonil)
·
Gliclazide (Diamicron)
·
Gliquidone (Glurenorm)
3)
Long acting
Mempunyai waktu paruh antara 24-36 jam, diberikan sekali
saja setiap pagi.
Contoh : Chlorpropamide.
b.
Golongan Biguanide
Obat ini hanya dapat digunakan jika masih terdapat
insulin. biguanide tidak memberikan efek-efek pada sel beta pankreas.
Contoh: Metformin (Glucophage)
c.
Arkbose (Cepobay)
Diberikan bersamaan dengan suap pertama tiap makan,
umumnya 3x1 tablet/ hari.
d.
Repaglinide (Novonorm)
Diberikan setiap sebelum makan utama.
e.
Insulin
1)
Short acting insulin
Contoh: insulin reguler (yang ditandai “R” pada
botolnya)
Awitan kerja human insulin regular adalah ½ hingga 1
jam, puncaknya 2 hingga 3 jam durasi kerjanya 4 hingga 6 jam. Insulin reguler
diberikan 20-30 menit sebelum makan.
2)
Intermediate acting insulin
·
NPH insulin (neutral protamine
Hagedorn)
·
Lente Insulin (L)
Awitan kerja human insulin intermediate acting adalah 3
hingga 4 jam puncaknya 4 hingga 12 jam durasi kerjanya 16-12 jam, biasanya
diberikan sesudah makan.
3)
Long acting insulin
·
Ultralente insulin (UL)
Awitan kerja long acting human insulin adalah 6-8 jam,
puncaknya 12-16 jam durasi 20-30 jam. Insulin long acting kadang-kadang disebut
sebagai insulin durasi 20-30 jam. Insulin long acting kadang-kadang disebut
sebagai insulin tanpa puncak kerja karena preparat ini cenderung memiliki kerja
yang panjang, perlahan dan bertahan. Long acting insulin ini digunakan terutama
untuk mengendalikan kadar glukosa darah puasa.
III. Hipertensi
A.
Definisi
1.
Hipertensi adalah tekanan
sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg menetap atau tekanan diastolic > 90
mmHg. Diagnosis dipastikan dengan mengukur rata-rata dua atau lebih pengukiran
tekanan darah pada waktu yang terpisah (Engram, 1998).
2.
Hipertensi adalah tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolnya
diatas 90 mmHg (Brunner and Suddarth, 2001).
3.
Hipertensi adalah peningkatan
sistole, yang tingginya tergantung umur individu yang terkena. Tekanan darah
berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur dan
tingkat stress yang dialami (Tamboyong,
2000).
B.
Etiologi (Sjaifoellah Noer,
2001)
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua :
1.
Hipertensi Esensial
Yaitu hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dan
meliputi 90 % dari seluruh penderita hipertensi, faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain
a.
Genetik
Peran faktor genetik terhadap hipertensi esensial
dibuktikan bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar
monozigot dari pada heterozigot, apabila salah satu diantara menderita
hipertensi. Pada 70 % kasus hipertensi esensial didapatkan riwayat hipertensi
esensial.
b.
Usia
Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya
usia. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan
insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur.
c.
Obesitas
Adanya penumpukan lemak terutama pada pembuluh darah mengakibatkan
penurunan tahanan perifer sehingga meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang
mengakibatkan peningkatan vasokontriksi dan penurunan vasodilatasi dimana hal
tersebut dapat merangsang medula adrenal untuk mensekresi epinerpin dan
norepineprin yang dapat menyebabkan hipertensi.
d.
Hiperkolesterol
Lemak pada berbagai proses akan menyebabkan pembentukan
plaque pada pembuluh darah. Pengembangan ini menyebabkan penyempitan dan
pengerasan yang disebut aterosklerosis.
e.
Asupan Natrium meningkat
(keseimbangan natrium)
Kerusakan ekskresi natrium ginjal merupakan perubahan
pertama yang ditemukan pada proses terjadinya HT. Retensi Na+
diikuti dengan ekspansi volume darah dan kemudian peningkatan output jantung.
Autoregulasi perifer meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
berakhir dengan HT.
f.
Rokok
Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran
adrenalin yang merangsang denyutan jantung dan tekanan darah. Selain itu asap
rokok mengandung karbon monoksida yang memiliki kemampuan lebih kuat dari pada
Hb dalam menarik oksigen. Sehingga jaringan kekurangan oksigen termasuk ke
jantung.
g.
Alkohol
Penggunaan alkohol atau etanol jangka panjang dapat
menyebabkan peningkatan lipogenesis (terjadi hiperlipidemia) sintesis
kolesterol dari asetil ko enzim A, perubahan seklerosis dan fibrosis dalam
arteri kecil.
h.
Obat-obatan tertentu atau pil
anti hamil
Pil anti hamil mengandung hormon estrogen yang juga
bersifat retensi garam dan air, serta dapat menaikkan kolesterol darah dan gula
darah.
i.
Stres psikologis
Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan
katekolamin yang tinggi, yang bersifat memperberat kerjaya arteri koroner
sehingga suplay darah ke otot jantung terganggu.
Stres dapat mengaktifkan saraf simpatis yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermiten.
2.
Hipertensi sekunder
Disebabkan oleh penyakit tertentu, misalnya :
a.
Penyakit ginjal
Kerusakan pada ginjal menyebabkan renin oleh sel-sel
juxtaglomerular keluar, mengakibatkan pengeluaran angiostensin II yang
berpengaruh terhadap sekresi aldosteron yang dapat meretensi Na dan air.
b.
Diabetes Mellitus
Disebabkan oleh kadar gula yang tinggi dalam waktu yang
sama mengakibatkan gula darah pekat dan terjadi pengendapan yang menimbulkan
arterosklerosis meningkatkan tekanan darah.
C.
Klasifikasi
Klasifikasi Stadium
hipertensi Menurut Sjaifoellah Noer, (2001) terdiri dari:
a.
Stadium 1 (ringan)
Tekanan sistolik antara 140 – 159
mmHg. Tekanan diastolik antara 90-99 mmHg.
b.
Stadium 2 (sedang).
Tekanan sistolik antara 160 – 179 mmHg.
Tekanan diastolik antara 100 – 109 mmHg.
c.
Stadium 3 (berat)
Tekanan sistolik antara 180 – 209 mmHg.
Tekanan diastolik antara 110 – 119 mmHg.
d.
Stadium 4 (sangat berat)
Tekanan sistolik lebih atau sama dengan 210 mmHg.
Tekanan diastolik antara > 120 mmHg.
Klasifikasi ini tidak untuk seseorang yang memakai obat
antihipertensi dan tidak sedang sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan
diastolik terdapat pada kategori yang berbeda. Maka harus dipilih kategori yang
tinggi untuk mengklasifikasi status tekanan darah seseorang.
D.
Tanda dan Gejala
Menurut Tambayong (2000) gejala dan
tanda dapat dikarakteristikkan sebagai berikut :
1.
Sakit kepala
2.
Nyeri atau berat di tengkuk
3.
Sukar tidur
4.
Mudah lelah dan marah
5.
Tinnitus
6.
Mata berkunang-kunang
7.
Epistaksis
8.
Gemetar
9.
Nadi cepat setelah aktivitas
10.
Sesak napas
11.
Mual, muntah
E.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada
hipertensi adalah sebagai berikut :
1.
Payah jantung (gagal jantung)
2.
Pendarahan otak (stroke)
3.
Hipertensi maligna : kelainan
retina, ginjal dan cerabrol
4.
Hipertensi ensefalopati :
komplikasi hipertensi maligma dengan gangguan otak.
5.
Infark miokardium
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang
arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen kemiokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
6.
Gagal ginjal
Karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal. Nefron terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kemataian. Dengan rusaknya membran glomerulus,proteinakan
keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang,menyebabkan edema,yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
F.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosa hipertensi menurut Doenges (2000) antara
lain :
1.
EKG : Hipertropi ventrikel kiri
pada keadaan kronis lanjut.
2.
Kalium dalan serum : meningkat
dari ambang normal.
3.
Pemeriksaan gula darah post
prandial jika ada indikasi DM.
4.
Urine :
a.
Ureum, kreatinin : meningkat
pada keadaan kronis dan lanjut dari ambang normal.
b.
Protein urine : positif
G.
Penatalaksanaan
Menurut Engram (1999), penatalaksanaanya antara lain :
1.
Pengobatan hipertensi sekunder
mendahulukan pengobatan kausal.
2.
Pengobatan hipertensi esensial
ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan obat hipertensi.
3.
Pengobatan hipertensi adalah
pengobatan jangka panjang bahkan seumur hidup.
4.
Pengobatan dengan menggunakan
standar triple therapy (STT) terdiri dari:
a.
Diuretik, misalnya : tiazid,
furosemid, hidroklorotiazid.
b.
Betablocker : metildopa,
reserpin.
c.
Vasodilator : dioksid,
pranosin, hidralasin.
d.
Angiotensin, Converting Enzyme
Inhibitor.
5.
Modifikasi gaya hidup, dengan :
a.
Penurunan berat badan.
b.
Pengurangan asupan alkohol.
c.
Aktivitas fisik teratur.
d.
Pengurangan masukan natrium.
e.
Penghentian rokok.
H.
Nursing Care Plan
1.
Pengkajian data dasar (Doenges,
2000)
a.
Diabetes Mellitus
1)
Aktivitas
·
Lemah, letih, sulit
bergerak/berjalan. Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur/istirahat.
·
Takirkadia dan takipnea pada
keadaan istirahat atau dengan aktivitas.
2)
Sirkulasi
·
Adanya riwayat hipertensi.
·
Takikardia.
·
Perubahan tekanan darah
posturral, hipertensi.
·
Nadi yang menurun/tak ada.
·
Disritmia.
3)
Integritas ego
·
Stress, tergantung pada orang
lain.
·
Ansietas, peka rangsang.
4)
Eliminasi
·
Perubahan pola berkemih
(poliuria), nokturia.
·
Rasa nyeri/terbakar, kesulitan
berkemih (infeksi), ISK baru/berulang.
·
Nyeri tekan abdomen.
·
Diare.
5)
Makanan/cairan
·
Hilang nafsu makan
·
Mual/muntah
·
Tidak mengikuti diet ; peningkatan masukan glukosa/karbohidrat.
·
Haus
·
Kulit kering, turgor jelek
·
Ketakutan/distensi abdomen,
muntah.
·
Pembesaran tiroid (peningkatan
kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah)
·
Bau halitosis/manis, bau buah
(napas aseton).
6)
Neurosensori
·
Pusing/pening
·
Sakit kepala
·
Kesemutan, kebas kelemahan pada
otot, parastesia.
·
Gangguan penglihatan.
·
Disorientasi; mengantuk
7)
Nyeri
·
Abdomen yang tegang/nyeri
(sedang/berat).
·
Wajah meringis dengan
palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
8)
Pernapasan
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
9)
Seksualitas
·
Rabas vagina (cenderung
infeksi).
·
Masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
b.
Hipertensi
1)
Aktivitas : lemah,
letih, lesu, takipnea, peningkatan HR, perubahan irama jantung.
2)
Sirkulasi : riwayat
hipertensi, palpitasi, kenaikan TD perubahan warna kulit, suhu dingin, pucat,
sianosis, diaporesis.
3)
Integritas ego : ansietas,
depresi, marah, gelisah, otot muka tegang, peningkatan pola bicara.
4)
Makanan/cairan : mual/muntah,
BB normal/obesitas, edema.
5)
Neurosensori : pusing,
sakit kepala, gangguan penglihatan, epistaksis.
6)
Nyeri : angina,
nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala, nyeri abdomen.
7)
Pernapasan : dispnea
takipnea, riwayat merokok, bunyi nafas tambahan.
8)
Eliminasi : gangguan
gunjal saat ini atau yang lalu.
9)
Keamanan : gangguan
koordinasi, hipotensi postural.
2.
Diagnosa keperawatan
a.
Intoleransi aktivitas yang
berhubungan dengan kelemahan
Tujuan :
Klien dapat toleransi terhadap aktivitas setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kriteria
Kriteria Hasil :
Indikator
|
Berat
|
Agak
berat
|
Sedang
|
Agak
ringan
|
Ringan
|
HR DBN dalam
respon terhadap aktivitas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
RR DBN dalam respon aktivitas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
TD sistolik
dalam aktivitas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
TD diastolik dalam aktivitas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Warna kulit
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Melaporkan
pelaksanaan ADL
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Fase berjalan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Toleransi
menapak lantai
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Kemampuan untuk berbicara saat latihan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Jarak berjalan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Kekuatan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Intervensi
1)
Mengidentifikasi faktor
penyebab intoleransi aktivitas faktor fisik atau psikologis
2)
Kaji kemampuan aktivitas klien
setiap hari secara tepat.
3)
Lakukan alih baring secara
bertahap dan teratur
4)
Monitor dan catat kemampuan
untuk mentoleransi aktivitas meliputi nadi, TD, RR, warna kulit sebelum dan
selama aktivitas.
5)
Anjurkan klien untuk
menghentikan aktivitas bila ada keluhan: rasa tidak nyaman yang semakin hebat,
rasa tertekan atau berat pada dada, punggung, leher, palpitasi, pusing.
6)
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan kebutuhan kalori.
7)
Berikan tambahan O2
bila diperlukan
b.
Kekurangan volume cairan yang
berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif.
Tujuan :
Status cairan : intake cairan dapat adekuat setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
Kriteria hasil:
Indikator
|
Tercapai
|
Sering
|
Kadang-kadang
|
Jarang
|
Tak
tercapai
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
Vital sign DBN
24 jam intake
dan output seimbang
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Hidrasi kulit
DBN
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Membran mukosa
lembab
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Hematokrit
dalam batas normal (36-42 vol%)
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Berat badan
stabil
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Asites tidak
ada
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Oedem perifer
tidak ada
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Mata tidak
cowong
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1)
Management cairan
·
Monitor vital sign / 4 jam
·
Berikan terapi cairan infus
sesuai terapi
·
Monitor status hidrasi
·
Monitor laboratory (HCT)
2)
Monitor cairan
·
Kaji intake dan out put
·
Observasi warna, kualitas dari
urine
·
Monitor membran mukosa, turgor
kulit
c.
Ketidakseimbangan nutrisi lebih
dari kebutuhan tubuh ybd intake yang berlebih
Tujuan :
Status nutrisi: Intake makanan dan output seimbang
setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam
Kriteria :
Indikator
|
Tak
adequat
|
Kurang adequat
|
Kadang-kadang
|
Sering
|
Sangat
adequat
|
1.
Intake makanan oral DBN
2.
Intake cairan oral DBN
3.
Monitor BB
4.
Nutrisi suplement yang
dibutuhkan
5.
Melaporkan tanda dan gejala
ketidakseimbangan cairan
|
1
1
1
1
1
|
2
2
2
2
2
|
3
3
3
3
3
|
4
4
4
4
4
|
5
5
5
5
5
|
1)
Monitoring Nutrisi
·
Monitor BB
·
Monitor turgor kulit
·
Monitor untuk mual dan muntah
·
Monitor HCT
·
Monitor cairan elektrolit
·
Sediakan nutrisi makanan dan
cairan
·
Berikan makanan kesukaan dan
yang dipilih sesuai terapi
2)
Monitor cairan
·
Monitor BB
·
Monitor intake dan output
·
Monitor vital sign
·
Monitor membran mukosa, turgor
kulit
d.
Nyeri akut ybd agen injuri
biologi
Tujuan: Klien mampu mentoleransi level nyerinya
Kriteria :
Indikator
|
Selalu
|
Sering
|
Kadang-kadang
|
Jarang
|
Tidak
pernah
|
Melaporkan
nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Frekuensi
terhadap nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Lamanya nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Ekspresi wajah
nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Menjaga daerah
nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Menyebutkan
faktor penyebab
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Menggunakan
tindakan non analgetik
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Menggunakan
tindakan pencegahan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Melaporkan
gejala pada tim kesehatan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Berkeringat
saat nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Intervensi :
1)
Kaji ulang secara komprehensif
meliputi lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, skala nyeri dan faktor
pencetus.
2)
Observasi tanda-tanda vital.
3)
Beri posisi yang nyaman pada
klien.
4)
Ajarkan teknik relaksasi napas
dalam
5)
Anjurkan penggunaan cara
mengontrol nyeri
6)
Laksanakan terapi analgetik.
e.
Gangguan pola tidur yang
berhubungan dengan sering terbangun
Tujuan : Kebutuhan tidur klien terpenuhi setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria :
Indikator
|
Selalu adequat
|
Agak adequat
|
Kadang-kadang
adequat
|
Jarang
adequat
|
Tidak
pernah adequat
|
Jumlah jam
tidur
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Kualitas tidur
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Sering
terbangun
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Perasaan segar
setelah bangun tidur
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Keefektifan
tidur
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Menunjukkan
gangguan tidur
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Menunjukkan
tidur yang rutin
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Terjaga
beberapa waktu
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Observasi pola
tidur
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
f.
Perfusi jaringan otak tidak
efektif yang berhubungan dengan perlemahan alirah darah
Tujuan :
Perfusi jaringan otak klien efektif setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria :
Indikator
|
Sangat
kompromi
|
Sering
|
Kadang-kadang
|
Sedikit
|
Tidak
|
Tidak pusing
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Tidak mual
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Tidak pingsan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
TIK dalam
batas normal
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Fungsi
neurologi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Tidak muncul
bruit karotis
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Tidak muncul
kelemahan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Tidak muncul
kecemasan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Tidak muncul
agitasi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Tidak ada lesu
yang dirasakan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Intervensi :
1)
Monitor keadaan umum klien dan
respon terhadap aktivitas
2)
Observasi TTV
3)
Berikan O2 sesuai
program
4)
Posisikan kepala 30o.
5)
Laksanakan terapi dokter.
g.
Resiko untuk jatuh yang
berhubungan dengan perubahan fungsi cerebral.
Tujuan :
Resiko jatuh klien dapat diminimalkan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria :
Indikator
|
Tidak
pernah diperlihatkan
|
Jarang
|
Kadang-kadang
|
Sering
|
Selalu
|
Ketidak-tahuan
resiko jatuh
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Monitor
keadaan lingkungan beresiko
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Tingkatkan
kontrol resiko efektif
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Sarankan
kontrol resiko yang dibutuhkan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Pertahankan
strategi kontrol resiko
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Modifikasi
gaya hidup
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Gunakan
layanan perawatan kesehatan yang optimal
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Gunakan
komunikasi untuk mengontrol resiko
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Monitor
perubahan status kesehatan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Intervensi :
1)
Identifikasi faktor penyebab
jatuh klien.
2)
Anjurkan klien untuk meminta
bantuan bila akan beraktifitas
3)
Monitor kelelahan klien dengan
ambulasi
4)
Libatkan keluarga untuk
membantu kebutuhan klien.
h.
Resiko infeksi yang berhubungan
dengan tidak adekuat pertahanan sekunder terhadap penekanan respon inflamasi
Tujuan : Resiko infeksi dapat diminimalkan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria :
Indikator
|
Berat
|
Agak berat
|
Kadang-kadang
|
Jarang
|
Tidak
pernah
|
Menunjukkan
penyebaran infeksi
infeksi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Menunjukkan
penambahan penularan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Menunjukkan
tanda dan gejala infeksi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Menunjukkan
peningkatan aktifitas resisten terhadap infeksi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Menunjukkan
prosedur screening
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Menunjukkan
praktek untuk mengurangi transmisi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Intervensi :
1)
Observasi tanda-tanda vital.
2)
Observasi tanda dan gejala
infeksi baik lokal dan sistemik
3)
Jelaskan pada keluarga tentang
tanda-tanda infeksi
4)
Anjurkan makan-makanan yang
tinggi protein
5)
Beri terapi antibiotik sesuai
advis dokter
i.
Defisit pengetahuan tentang
proses penyakit dan penatalaksanaannya yang berhubungan dengan kurangnya
informasi
Tujuan :
Pengetahuan kognitif : Pemahaman klien bertambah tentang
proses penyakit DM dan penatalaksanaannya setelah dilakukan penkes selama 20
menit.
Kriteria :
Indikator
|
Tidak
|
Terbatas
|
Sedang
|
Cukup
|
Luas
|
1.
Definisi DM
2.
Penyebab DM
3.
Tanda dan gejala DM
4.
Komplikasi DM
5.
Menjelaskan penatalaksanaan
DM
|
1
1
1
1
1
|
2
2
2
2
2
|
3
3
3
3
3
|
4
4
4
4
4
|
5
5
5
5
5
|
Intervensi :
1)
Kaji tingkat pengetahuan klien
dan keluarga
2)
Berikan informasi tentang DM
3)
Deskripsikan secara umum tanda
gejala DM
4)
Identifikasi penyebab DM
5)
Diskusikan penatalaksanaan DM
6)
Deskripsikan kemungkinan
komplikasi DM
7)
Berikan kesempatan pada klien
dan keluarga untuk bertanya
DAFTAR PUSTAKA
|
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah”, Edisi 8, Vol 2, Jakarta: EGC
Doenges Marilynn E., et. al. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan, Jakarta: EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah, Vol 2, Jakarta: EGC
Underwood, J. C. E. 2000. Patologi Umum dan
Sistematik. Volume II. Jakarta: EGC
Iskandar, Junaidi. 2002. Panduan Praktis Stroke.
PT. Buana Ilmu Populer. Jakarta.
Mansjoer Arif et. al. 1999. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 3. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
Noer Sjaifoellah. 2002. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
3. Jilid I. Jakarta: FKUI
Nanda. 2002. Diagnosis Keperawatan Nanda.
Terjemahan Mahasiswa PSIK-B FK UGM. Yogyakarta: UGM
Nettina Sandra. M. 2002. Pedoman Praktek
Keperawatan. Jakarta : EGC
Iowa Outcome Project. 2000. Nursing Outcomes
Clasification (NOC). Second edition. Mosby
Iowa Outcome Project. 2000. Nursing Intervention
Clasification (NIC). Second edition. Mosby
Soeharso Imam, 2001. Penyakit Jantung Koroner dan
Serangan Jantung, Edisi Kedua Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Sustiani, Lanny, Syamsir Alam dan
Iwan Hadibroto. 2003. Stroke. Jakarta ; PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tambayong Jon. 2000. “Patofisiologi Untuk
Keperawatan”, Jakarta, EGC
Tjokropawiro, Askandar. 2001. Diabetes Melitus,
Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi. Edisi 3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar